SUN RISE

SUN RISE
beginilah yang saya dapatkan setelah mendaki setinggi 3019 mdpl

Jumat, 11 November 2011

MY BROTHER




                Adikku, 17 tahun, sekarang dia bersekolah di bangku kelas 2 SMA. Mungkin inilah yang disebut dengan karma, dimana dulu sewaktu dia masih SMP, tidak lengkap rasanya bila sehari tidak melakukan ritual bertengkar. Kini, menginjak usianya yang beranjak dewasa, cowok satu ini mulai menunjukkan rasa tanggung jawab melindungi kepada kaum hawa.
                Kalau pun aku yang beraktivitas di luar rumah, ditambah pulang malam, rasa kangen yang muncul adalah pada adikku. Begitu memasuki ruang tengah, malam hari setelah aku rempong berkegiatan, adik menungguku samapi tertidur di sofa depan televises. Entah dia memang menungguku atau tidak, atau mungkin malah hanya menonton televisi dan tertidur, bisa kutangkap raut wajahnya yang kira-kira berkata: “Mbak ko’ gak pulang-pulang sih?”
                Sehari-hari dia berkendaraan dengan motor maticnya. Kalau memasuki lorong parker rumah dan mengetahui ada motor berhelm hijau pupus terparkir, dia bisa memastikan bahwa aku ada di rumah. Begitu memasuki ruang rumah, yang tertuju adalah kamarku, bukan kamarnya. Dengan wajah sumringah, dia senang mendapatiku sedang ada di kamar, apapun yang kulakukan. Kalau tidak ada latihan basket, dia akan bermain laptop di kamarku ataupun hanya leyeh-leyeh di lantai sambil bersandar di kasurku. Usahanya ini, tidak lain adalah karena dia ingin memilki waktu bersama kakaknya dalam sehari, berapapun menit dan jamnya.

                Kegiatan berorganisasi ekstra kampus membuat jadwal akhir pekan tak jarang ikut tersita. Kerap kali adikku bertanya, “Mau kemana, Mbak?”. Kalau jawabanku bersangkut paut dengan organisasi, dia tidak akan berkomentar apa-apa. Tadi matanya menunjukkan rasa kesepian yang mendalam. Pernah suatu ketika, teman organisasiku akan melakukan pendakian dan aku berniat untuk mengantarkan sleeping bag ke markas. Adikku mengetahui hal ini dan dia berkata, “Kenapa harus sampean yang ngantar? Kemana gak temennya sampean aja yang ke rumah dan ngambil barangnya?!!”. Nada pertanyaannya tidak hanya sekedar kalimat Tanya, tapi juga kalimat penegasan tinggi yang seolah berusaha melindungiku agar tidak keluar rumah.
                Save, satu kata yang kudapatkan saat bersama adikku. That’s it, My Brother…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar